Sampingan

SEJARAH SINGKAT IAIN MATARAM

Sejarah perkembangan IAIN Mataram sejak awal berdirinya dari Sekolah Persiapan IAIN Mataram sampai terbentuknya Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Mataram  hingga sampai pada Alih Statusnya menjadi IAIN Mataram sekarang ini adalah melalui beberapa fase yaitu :

Fase

1963 – 1979

(Berdiri Fakultas Tarbiyah dan Syari’ah IAIN Sunan Ampel Cabang Mataram)

Pada awal berdirinya IAIN merupakan perwujudan dari gagasan dan hasrat umat Islam Nusa Tenggaras Barat yang merupakan penduduk mayoritas untuk mencetak kader pemimpin dan intelektual muslim  bagi keperluan perjuangan bangsa.  Emrio dari pendirian IAIN Mataram diawali dengan adanya sekolah persiapan IAIN Al-Jami’ah Yogyakarta yang diresmikan berdirinya berdasarkan SK Menteri Agama No. 93 tanggal 16 September 1963. Sekolah Perisiapan IAIN tersebut sampai tahun 1965 telah 2 (dua) kali menamatkan  siswanya. Pada tahun yang sama pula 1965 dikeluarkan SK Menteri Agama No. 63 Tahun 1965 tentang Pembentukan Panitia Persiapan Pembukaan Fakultas Tarbiya IAIN Al-Jami’ah Sunan Ampel Cabang Mataram tanggal 25 Desember 1965 yang diketuai oleh  Kolonel M.Yusuf Abubakar. Fakultas Tarbiyah ini kemudian diresmikan oleh Menteri Agama Prof.K.H. Saifuddin Zohri, pada Tanggal 24 Oktober 1966 dengan SK Menteri Agama No. 63 Tahun 1966 bertempat di Pendopo Gubernur Nusa Tenggara Barat.

Fase

1997 –  2004

(Perubahan Status Menjadi STAIN  Mataram)

Pada tanggal 13 Juni 1997 (berdasarkan surat MENPAN Nomor: B-589/I/ 1997 tentang persetujuan pendirian Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri), terjadi Alih Status dari Fakultas Tarbiyah dan Fakultas Syari’ah IAIN Sunan Ampel Cabang Mataram menjadi Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Mataram, sesuai Keppres RI. Nomor 11 Tahun 1997. Pada masa transisi ini, Drs. H. Saiful Muslim tetap menjabat Ketua STAIN Mataram Sementara (dari bulan Juni-Desember 1997)  sehingga terpilih Ketua STAIN Mataram definif.

Pada tanggal 19 Desember 1997, Drs. H. Lukman Al Hakim diangkat sebagai Ketua STAIN Mataram sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Agama RI Nomor B.II/3/16940/1997 atas nama  DR. H. Tarmizi Taher. Pada masa itu, STAIN Mataram memayungi 3 buah Jurusan, yaitu: (1) Jurusan Tarbiyah yang terdiri dari 6 buah Program Studi [PAI, PBA, IPS, IPA, Matematika, D.2 PGAI dan D.2 PGMI], (2) Jurusan Syari’ah yang embrionya berasal dari Sekolah Tinggi Ilmu Syari’ah (STIS) Mataram dengan status terdaftar pada Kopertais Wilayah IV Surabaya dengan SK Dirjen Binbaga Islam Departemen Agama KEP/E.III/PP.009/123/85 tertanggal 4 Mei 1985. Jurusan Syari’ah memiliki 2 Program Studi (Muamalah dan Ahwal al- Syakhsiyyah)

Fase

2004 – Sekarang

(Perubahan Status Menjadi  IAIN Mataram)

Seiring dengan perkembangan dan kemajuan zaman serta tuntutan era globalisasi dan kemajuan teknologi informasi, dan untuk dapat berkiprah serta mengembangkan potensinya dengan lebih leluasa. Hal ini dilakukan pengembangan kelembagaan yang didukung oleh lokal area yang strategis di mana STAIN Mataram berada pada kawasan yang diapit oleh wilayah sebelah timur Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) dengan masyarakat mayoritas Nashrani dan dari sebelah barat provinsi Bali dengan masyarakat mayoritas Hindu, sehingga dirasakan sangat strategis dan perlu diadakan penataan serta pengembangan kelembagaan dari STAIN menjadi IAIN Mataram. Setelah melalui proses panjang yang didukung oleh masyarakat NTB dari berbagai unsur dan kalangan, yakni  Gubernur atas nama Pemda,  unsur Perguruan Tinggi, tokoh-tokoh agama dan tokoh masyarakat, serta organisasi kemasyarakatan Islam se- Nusa Tenggara Barat dan setelah menempuh perjuangan dan usaha yang panjang, STAIN Mataram dengan peningkatan dan pengembangan terus menerus dan secara khusus berkat perjuangan dan semangat para petinggi di lembaga STAIN Mataram, maka sesuai dengan visi dan misinya, STAIN Mataram berupaya meningkatkan diri baik kuantitas maupun kualitas sehingga dalam waktu dekat dapat terlaksana alih status menjadi IAIN Mataram yang berada di kawasan Nusa Tenggara. (Bali,  NTB dan NTT).

Maka upaya alih status dari STAIN Mataram menjadi IAIN Mataram  tersebut tercapailah sudah setelah memperoleh Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 91 Tahun 2004, Tanggal 18 Oktober 2004 dan diresmikan oleh Menteri Agama RI pada hari Senin tanggal 11 Juli 2005. Perubahan status tersebut berbunyi sbb:

“Perubahan Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Sultan Maulana Hasanuddin Banten Serang menajdi Institut Agama Islam  Negeri (IAIN) Sultan Maulana Hasanuddin Banten, Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Mataram menjadi Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Mataram dan Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Sultan Amai Gorontalo menjadi Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sultan Amai Gorontalo”

Dan hingga saat ini di IAIN Mataram terdapat 3 fakultas yakni fakultas tarbiyah, dakwah dan syari’ah. adapun salah satu salah satu jurusan di fakultas tarbiyah atau yang sekarang berganti nama dengan fakultas ilmu tarbiyah dan keguruan adalah jurusan S1 PGMI. adapun jurusan S1 PGMI ini memiliki tujuan menghasilkan sarjana muslim yang bertaqwa dan berakhlak mulia, memiliki kemampuan akademik dan profesional, menguasai IPTEK untuk pengembangan pendidikan dasar, dan menghasilkan tenaga ahli dibidang guru kelas secara profesional pada jenjang pendidikan dasar dan menengah.

Sampingan

LESSON PLAN GRUP 8

Topic                          : Alphabet

Level of student         : Class 2 Elementary school

Time                           : 20 Minutes

Job                              :

–          Introduction       (Ika Hasanatun Nisa’)

–          Main activity      (Edy Suparman)

–          Closing                (Liyan Fitrianti & Minsani)

–          Control               (Kadariyah)

 

 

  1. I.                   Introduction

–          Gritting student with simple question. For example asking about their condition, study at home or not last night, ready to study or not, and other question)

–          Prepare to study( request a student to prepare their note book and pencil for study)

  1. II.                Main Activity

–          Prates (choose some student to stand up in front of class and request their to write their name in whiteboard. After that request their  call one by one alphabet in their name.

–          Give explanation about  a topic to student.

  1. III.             Closing

–          Sing a song alphabet together.

–          Remembered student to replay again the material in home with their parent.

–          Request student say hamdalah together to closing this meeting.

Sampingan

 MAKKIYAH DAN MADANIYYAH

images

OLEH

NAMA    : IKA HASANATUN NISA’

NIM        : 15.1.12.9.145

 

 

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

MATARAM

2012/2013

DAFTAR ISI

 

Halaman Judul i

Daftar Isi ii

Pendahuluan 1

A.   Latar Belakang 1
B.   Rumusan Masalah 1
C.   Tujuan Pembahasan 2

Pembahasan3

A.   Pengertian Makkiyyah dan Madaniyyah3
B.   Cara-cara Yang Digunakan Oleh Ulama Untuk Mengetahui Makkiyyah dan Madaniyyah7
C.   Karakteristik Makkiyyah dan Madaniyyah8
D.   Klasifikasi Surat Makkiyyah dan Surat Madaniyyah9
E.   Urgensi Penngetahuan Makkiyyah dan Madaniyyah 12

Analisis 17

Penutup27

A.   Kesmpulan27

Daftar Rujukan29

 

PENDAHULUAN

  1. LATAR BELAKANG

Hal-hal lain yang dapat membantu memahami al-qur’an dan tafsirnya adalah pengetahuan tentang ayat-ayat makkiyah (surat yang turun di makkah)dan madaniyyah (surat yang turun di madinah. Meskipun sering kali pemisahan histori ini dikaitkan dengan perbedaan karakter muslim di kedua tempat tersebut (makkah dan madinah), hal ini juga berkaitan dengan kronologi relevansi (pewahyuan) Al-Qur’an. Oleh karena itu para sahabat dan orang-orang sesudahnya sangat menaruh perhatian pada masalah ini, sampai-sampai Ibnu Mas’ud penah berkata “Demi Allah yang tiada ilah kecuali dia. Tidak ada satu surat pun dari Kitabullah yang turun kecuali aku mengetahui dimana ayat itu diturunkan. Dan tidak ada satu ayat pun dari Kitabullah yang diturunkan kecuali aku mengetahui dalam hal apa ia diturunkan. Kalaulah saya mengetahui bahwa ada orang yang lebih mengetahui tentang suatu ayat dari Kitabullah daripada aku, dan tempat tinggal orang itu bisa ditempuh kendaraan itu onta, maka bisa ditempuh dengan kendaraan onta,maka pastilah aku akan mengendarai onta menuju kesana.”(HR. Al-Bukhari)[1]

Bagi beberapa sarjana muslim seperti halnya Fazrul Rahman, Al-Qur’an hanya dapat dipahami dengan tepat jika dilakukan dalam kerangka kronologisnya. Ia mengatakan baahwa pemahaman mengenai kerangka kronologi Al-Qurr’an tidak dapat ditawar-tawar lagi. Namun pada sekarang ini komunitas muslim telah mencabut kembali tugas untuk merumuskan kronologis al-Qur’an secara utuh. Hal ini dikarenakan mereka beranggapan usaha ini bebahaya karena bisa-bisa wahyu yang abad ini, jika diurai menurut torma-terma temporal akan mengubah apa yang telah diturunkan Nabi dan komunitas muslim awal. Mengingat akan pentingnnya mngetahui kerangka kronologi Al-Qur’an dalam memahami kandungan Al-Qur’an yang di dalamnya mencakup surat Makkiyah dan Madaniyah itulah, dalam makalah ini akan dibahas hal tersebut secara lebih detail.

  1. RUMUSAN MASALAH
  2. Apa pengertian Makkiyyah dan Madaniyah?
  3. Bagaimana cara menngetahui Makkiyyah dan Madaniyah?
  4. Bagaimana karakteristik Makkiyyah dan Madaniyah?
  5. Apa saja surat yang tergolong dalam surat Makkiyah?
  6. Apa saja surat yang tergolong dalam surat Madaniyah?
  7. Apa urgensi dari pengetahuan tentang Makkiyyah dan Madaniyah?

 

  1. TUJUAN PEMBAHASAN
  2. Untuk mengetahui pengertian Makkiyyah dan Madaniyah.
  3. Untuk mengetahui cara-cara ulama dalam menetapkan Makkiyyah atau Madaniyah.
  4. Untuk mengetahui karakteristik Makkiyah dan Madaniyah.
  5. Untuk memberikan informasi tentang surat-surat Al-Qur’an yang termasuk dalam surat Makkiyah.
  6. Untuk memberikan informasi tentang surat-surat Al-Qur’an yang termasuk dalam surat Madaniyah.
  7. Untuk mengetahui urgensi atau pentingnya mengetahui Makkiyah dan Madaniyah.

 

 

PEMBAHASAN

  1. Pengertian Makkiyyah dan Madaniyah

Menurut Manna Al-Qaththan, para sarjana muslim mengemukakan empat presfektif dalam mendefinisikan terminology Makkiyyah dan Madaniyah. Keemat presfektif itu adalah: Masa turun (zaman an-nuzul), tempat turun (makan an-nuzul), objek pembicaraan (mukhatabah), dan tema pembicaraan (maudu’).[2]Masing-masing dari definisi tersebut adalah:

  1. Menurut persfektif masa turun (zaman an-nuzul)

Menurut Soleh Muhammad Basalamah dalam bukunya yang berjudul Pengantar Ilmu Al-Qur’an yang di kutip oleh Dr. Usman, defenisi Makkiyyah dan Madaniyah adalah sebagai berikut: “Makkiyyah adalah surah-surah atau ayat-ayat Al-Qur’an yang diturunkan sebelum Nabi s.a.e. berhijrah dari Makkah ke Madinah meski ayat-ayat itu diturunkan di luar kota Makkah. Sedangkan Madaniyah ialah ayat-ayat Al-Qur’an yang diturunkan setelah Nabi s.a.w berhijrah ke Madinah meski turunnya di Makkah atau daerah-daerah lainnya.”[3]

Maka ayat-ayat Makkiyyah adalah ayat-ayat al-Qur’an yang diturunkan sebelum hijrah meskipun trurunnya ayat tersebut di luar Makkah. Sedangkan madaniyyah ialah ayat-ayat al-Qur’an yang turun setelah Nabi hijrah meskipun turunnya di luar Madinah. Maka ayat yang diturunkan di luar Madinah atau Makkah disebut Madaniyyah. Seperti contohnya ayat yang turun pada ‘aamul fath(pembukaan kota Makkah) QS. An-Nisa:59.[4]. Bunyi ayatNya adalah sebagai berikut:

 

$pkš‰r’¯»tƒtûïÏ%©!$#(#þqãYtB#uä(#qãè‹ÏÛr&©!$#(#qãè‹ÏÛr&urtAqߙ§9$#’Í<‘ré&ur͐öDF{$#óOä3ZÏB(bÎ*sù÷Läêôãt“»uZs?’Îû&äóÓx«çnr–Šãsù’n<Î)«!$#ÉAqߙ§9$#urbÎ)÷LäêYä.tbqãZÏB÷sè?«!$$Î/ÏQöqu‹ø9$#ur̍ÅzFy$#4y7Ï9ºsŒ×Žöyzß`|¡ômr&ur¸xƒÍrù’s?ÇÎÒÈ

59. Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.(Q.S An-nisa:59)

Begitu pula, surat Al-Maidah [5]:3 termasuk kategori Madaniyah kendatipun tidak diturunkan pada peristiwa haji wada’. Bunyi ayatnya sebagai berikut:

ôMtBÌhãmãNä3ø‹n=tæèptGøŠyJø9$#ãP¤$!$#urãNøtm:ur͍ƒÌ“Yσø:$#!$tBur¨@Ïdé&ΎötóÏ9«!$#¾ÏmÎ/èps)ÏZy‚÷ZßJø9$#uräosŒqè%öqyJø9$#urèptƒÏjŠuŽtIßJø9$#urèpys‹ÏܨZ9$#ur!$tBurŸ@x.r&ßìç7¡¡9$#žwÎ)$tB÷LäêøŠ©.sŒ$tBuryxÎ/茒n?tãÉ=ÝÁ‘Z9$#br&ur(#qßJÅ¡ø)tFó¡s?ÉO»s9ø—F{$$Î/4öNä3Ï9ºsŒî,ó¡Ïù3tPöqu‹ø9$#}§Í³tƒtûïÏ%©!$#(#rãxÿx.`ÏBöNä3ÏZƒÏŠŸxsùöNèdöqt±øƒrBÈböqt±÷z$#ur4tPöqu‹ø9$#àMù=yJø.r&öNä3s9öNä3oYƒÏŠàMôJoÿøCr&uröNä3ø‹n=tæÓÉLyJ÷èÏRàMŠÅÊu‘urãNä3s9zN»n=ó™M}$#$YYƒÏŠ4Ç`yJsù§äÜôÊ$#’Îû>p|ÁuKøƒxCuŽöxî7#ÏR$yftGãB5OøO\b} ¨bÎ*sù©!$#֑qàÿxîÒO‹Ïm§‘ÇÌÈ

3. diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah[394], daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya,dan(diharamkan bagimu)yang disembelih untuk berhala. dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah, (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan. pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu Jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.(Q.S Al-Ma’idah:3)

  1. Menurut presfektif tempat turun (makan an-nuzul)

Manna’ Al-Qaththan bukunya Mabahis fi ‘Ulumul al-Qur’an berpendapat “Makkiyya ialah ayat-ayat yang di turunkan di Mekah dan sekitarnya seperti Mina, Arafah, dan Hudaibiyah, sedangkan madaniyyah adalah ayat-ayat yang turun di Madinah dan sekitarnya, seperti Uhud, Quba’, Sul’a.”[5]

 

 

  1. Menurut presfektif objek pembicaraan (mukhatabah)

Menurut Manna al-Qaththan dan Shubhi al-Shalih,”Makkiyyah ialah surah-surah dan atau ayat-ayat yang ditujukan kepada penduduk Makkah. Ayat-ayat itu umumnya dimulai dengan lafal:”Ya ayyuha al-nash”,”Ya ayyuha al-kafirun”,”Ya bani adama”. Diawalinya ayat-ayat Makkiyyah dengan lafal-lafal tersebut adalah karena kebanyakan dari penduduk Makkah pada saat itu terdiri dari orang-orang kafir dan musyrik, meski penduduk lain yang kafir dan yang musyrik termasuk didalamnya. Sedangkan Madaniyyah ialah ayat-ayat Al-Qur’an yang ditujukan kepada penduduk Madinah. Ayat-ayat tersebut biasanya diawali dengan lafal:”Ya ayyuha al-lladzina amanu”. Diawalinya dengan lafal yang demikian itu karena mayoritas pendduduk Madinah itu adalah terdiri dari orang-orang beriman meski juga penduduk-penduduk lainnya ikut dikhithab atau terpanggil didalamnya.”[6]

  1. Menurut presfektif tema (maudu’)

Menurut pendapat Abdul Djalal yang dikutip oleh Dr. Usman, Makkiyyah ialah surah-surah dan atau ayat-ayat Al-Qur’an yang menampilkan cerita-cerita mengenai para Nabi dan umat-umat terdahulu, baik menyangkut kejayaan maupun kehancuran (khususnya bagi umat-umat itu). Sedangkan Madaniyyah ialah surah-surah dan atau ayat-ayat yang memuat mengenai berbagai ketentuan hukum seperti hudud, fara’idl, dan lain sebagainya.”[7]

Dari keempat definisi tersebut mayoritas ulama lebih mengunggulkan definisi Makkiyyah dan Madaniyyah yang pertama yaitu definisi Makkiyyah dan Madaniyah berdasarkan masa turunnya. Karena definisi ini di anggap mampu memcakup seluruhan dari ayat-ayat Al-Qur’an, sehingga tidak ada satu ayat pun yang dieksepsikan dari definisi tersebut.walapun demikian bukan berarti definisi-definisi yang lain kurang berarti. Karena yang pasti definisi-definisi yang dikemukakan di atas telah memberikan sumbangan yang sangat berarti bagi pengkajian lebih jauh terhadap isi kitab suci al-qur’an yang akan menjadi pusat perhatian kaum muslimin.

  1. Cara-cara Yang Digunakan Oleh Ulama Untuk Mengetahui Makkiyah dan Madaniyah.

Untuk mengetahui surah-surah dan atau ayat-ayat Makkiyyah atau Madaniyyah, para ulama bersadar pada dua metode atau cara. Adapun kedua metode yang digunakan berserta definisinya adalah sebagai berikut:

  1. Metode sima’I naqli(Metode mendengar dan menukilkan). “Pedoman ini didasarkan pada riwayat yang shahih dari sahabat yang hidup semasa wahyu diturunkan dan mereka menyaksikan turunnya wahyu, atau disandarkan kepada tabi’in yang menerima cerita dari sahabat dan mendengar dari mereka tentang kaifiyah (cara) turunya wahyu serta peristiwa-peristiwa yang terjadi. Kebanyakan suatu ayat disebut Makkiyyah dan Madaniyyah diketahui dengan metode seperti ini, karena tidak ada sabda Nabi yang menyebut bbahwa suatu ayat Makkiyyah atau Madaniyyah karena beliau tidak diperintahkan untuk itu.”[8]
  2. Metode qiyasi ijtihadi(metode anologi berdasarkan ijtihad). “Pedoman kedua ini didasarkan pada kekhususan ayat-ayat Makkiyyah dan Madaniyyah. Apabila dalam satu surat Makkiyyah terdapat spesifikasi ayat Madaniyyah maka disebut sebagai Madaniyyah ataupun sebaliknya. Sebagai contoh:setiap surat yang terdapat kisah-kisah Nabi atau umat-umat terdahulu adalah Makkiyyah dan surat-surat yang menunjukkan kewajiban atau batasan-batasan adalah Madaniyyah.”[9]
  3. Karakteristik Makkiyyah dan Madaniyah.

Ada beberapa karakteristik atau ciri yang dimiliki oleh masing-masing kategori Makkiyyah dan Madaniyyah. Ciri-ciri atau karakteristik tersebut antara lain:

  1. Ciri atau karakteristik Surat Makkiyyah

Ciri-ciri khusus surat Makkiyyah mengingat dhabith qitasy itu ialah “Pertama mengandung ayat sajadah, Kedua terdapat lafal kalla, Ketiga terdapat seruan dengan yya ayyuhan naasu dan tidak terdapat ya ayyuhalladzina amanu irka’as wujud, Keempat mengandung kisah Nabi-nabi dan uamt-umat yang telah lalu terkecuali surat al-Baqarah, Kelima terdapat kisah Adam dan Idris terkecuali surat al-Baqarah, Keenam surat-suratnya dimulaai dengan huruf at Tahajji terkecuali surat al-baqarah dan ali imran, mengenai surat Ar-rad ada dua pendapat. Kalau dilihat dari segi uslub dan temanya maka dia lebih tepat kita katakana surat Makkiyyah. Sebagian ulama mengatakan Madaniyyah. Disamping itu ada beberapa ciri yang masyhur antara lain ialah, Pertama ayat-ayatnya pendek dan surat-suratnya pendek serta nada perkataanya keras dan agak bersajak, Kedua mengandung seruan pokok iman kepada Allah,hari akhir dan gambaran tentang surge dan neraka, Ketiga menyerukan kepada manusia untuk berakhlaq mulia dan berjalan diatas jalan kebajikan, Keempat mendebat orang musyrikin dan menerangkan kesalahan-kesalahan mereka, dan yang kelima adalah kebanyakan terdapat lafal sumpah.”[10]

  1. Ciri atau karakteristik Surat Madaniyyah

Diantara ciri khusus dari surat Madaniyyah adalah yang pertama, di dalamnya ada izin berperang atau ada penerangan tentang hal perang dan penjelasan tentang hukum-hukumnya. Kedua, di dalamnya terdapat penjelasan bagi hukuman-hukuman tindak pidana, fara’id, hak-hak perdata, peraturan-peraturan yang bersangkut paut dengan bidang keperdataan, kemasyarakatan dan kenegaraan.

Ketiga, di dalamnya tersebut tentang orang-orrang munafik, terkecuali surat Al-Ankabut yang diturunkan di Makkah. Keempat, di dalamnya di debat para ahli kitab dan mereka diajak tidak berlebih-lebihan dalam beragama.

Adapun ciri-ciri umum yang membedakan Makkiyyah dan Madaniyyah adalah yang pertama, suratnya panjang-panjang, sebagian ayat-ayatnya pun panjang serta jelas menerangkan hukum dengan mempergunakan uslub yang terang. Kedua, menjelaskan keterangan-keterangan dan dalil-dalil yang menunjukkan kepada hakikat-hhakikat keagamaan. ”[11]

  1. Klasifikasi Surat Makkiyyah dan Surat Madaniyyah

Dilihat dari segi panjang pendeknya, surat-surat al-Qur’an dapat dibagi menjadi 4 macam, yaitu:

  1. Surat At-Tiwal, yaitu surah-surah yang panjang, terdiri dari 100 sampai 200-an. Contohnya adalah surat Al-Baqrah.
  2. Surat Al-Mi’un. Yaitu surah-surah yang terdiri dari sekitar 100 ayat.
  3. Surat Al-Matsani. Surah-surah yang panjangnya dibawah al-Mi’un.
  4. Al-Mufashshal. Yaitu surah-surah yang panjang ayatnya mendekati Al-Matsani.[12]

Namun secara garis besar para ulama’ sudah sepakat bahwa surat-surat dalam AlQur’an bibagi menjadi dua yaitu Makkiyyah dan Madaniyyah. Namun walaupun begitu para ulama’ masih berbeda pendapat dalam menentukan jumlah masing-masingnya. Perbedaan ini adalah sebagai akhibat dari perbedaan ulama’ dalam memberikan definisi Makkiyyah dan Madaniyyah seperti yang telah kita bahas sebelumnya.

Dalam hal menentukan jumlah ayat atau surat Makkiyyah dan Madaniyyah para ulama juga memiliki perbedaan. Nasruddin Razak berpendapat bahwa ayat-ayat Makkiyyah merupakan 19/30 dari seluruh isi al-Qur’an, terdiri dari 86 surat, 4.780 ayat yang diturunkan selama 12 tahun 13 hari. Sedangkan ayat-ayat Madaniyyah merupakan 11/30 dari keseluruhan isi Al-Qur’an, terdiri dari 28 surat, 1.456 ayat yang diturunkan selama 10 tahun 2 bulan 9 hari.[13]

Perbedaan-perbedaan pendapat para ulama itu dikarenakan adanya sebagian surat yang seluruh ayat-ayat Makkiyyah atau Madaniyyah, dan ada sebagian surah lain yang tergolong Makkiyyah dan Madaniyyah, tetapi di dalamnya berisi sedikit ayat yang lain statusnya. Karena itu dari segi Makkiyyah dan Madaniyyah ini, maka surah-surah Al-Qur’an itu terbagi menjadi empat macam, sebagai berikut:

  1. Surat-surat Makkiyyah Murni

Yaitu surah-surah Makkiyyah yang seluruh ayatnya juga berstatus Makkiyyah semua. Surah-surah yang berstatus Makkiyyah murni ini seluruhnya ada 58 surah, yang berisi 2.074 ayat. Contohnya Al-Fatihah, Yunus, Ar-Ra’du, Al-Anbiya, Al-Mu’minun, An-Naml, Shaad, Fathir dan surah-surah yang pendek-pendek pada juz 30 kecuali surah An-Nashr.

  1. Surah-surah Madaniyyah Murni

Yaitu surah-surah Madaniyyah yang seluruh ayat-ayatnya pun Madaniyyah semua. Surah-surah yang berstatusnya Madaniyyah murni ini seluruhnya ada 18 surah, yang terdiri dari 737 ayat. Contohnya seperti surat-surat Al-Imran,An-Nisa, An-Nur, Al-ahzab, Al-Hujurat, Al-Mumtahanah, Az-Zalzalah, dan sebagainya.

  1. Surat-surat Makkiyyah yang Berisi ayat Madaniyyah

Yaitu surah-surah yang sebetulnya kebanyakan ayat-ayatnya adalah Makkiyyah, sehingga berstatus Makkiyyah tetapi di dalamnya ada sedikit ayat yang berstatus Madaniyyah. Surah-surah yang demikian ini dalam Al-Qur’an ada 32 surah terdiri dari 2699 ayat. Contonya antara lain adalah Al-Furqan, Al-An’am, Al-A’raf, Hud, Yusuf, Ibrahim, Az-Zumar, Asy-Syura, Al-Waqi’ah, dan sebagainya.

  1. Surah-surah Madaniyyah yang Berisi Ayat Makkiyyah

Yaitu surah-surah yang kebanyakan ayat-ayatnya berstatus Madaniyyah. Surat yang demikian ini dalam Al-Qur’an hanya ada 6 surah, yaitu Al-Anfal, At-Taubah, Al-Hajju, dan surah Muhammad atau surah Al-Qital.[14]

Adapun dasar yang dapat menentukan sesuatu surat itu Makkiyyah atau Madaniyyah, seperti di atas itu ada dua hal, yaitu:

  1. Dasar Aghlabiyah (mayoritas), yakni kalau sesuatu surah itu mayoritas atau kebenyakan ayat-ayatnya adalah Makkiyyah, maka disebut sebagai surat Makkiyyah. Sebaliknya, jika yang terbanyak ayat-ayat dalam sesuatu surah itu adalah Madaniyyah, atau diturunkan setelah Nabi hijrah ke Madinah, maka surah tersebut disebut sebagai surah Madaniyyah.
  2. Dasar taba’iyah (kontinuitas), yakni kalau permulaan sesuatu surah itu didahului dengan ayat-ayat yang turun di Makkah atau turun sebelum hijrah, maka surah tersebut disebut atau berstatus sebagai surah-surah Makkiyyah. Begitu pula sebaliknya jika ayat-ayat pertama dari suatu surah itu diturunkan di Madinah atau yang berisi hukum-hukum syari’at, maka surah tersebut dinamakan sebagai surah Madaniyyah.[15]

Dari empat macam pengelompokan surah-surah tersebut di atas terkumpul 114 surah dan 6236 ayat, yaitu jumlah seluruh isi Al-Qur’an. Sebab, 58 surah + 18 surah + 32 surah + 6 surah sama dengan 6236 ayat.

  1. Urgensi Pengetahuan Makkiyah dan Madaniyah

Seorang tokoh yang bernama An-Naisaburi berpendapat bahwa Makkiyyah dan Madaniyyah adalah ilmu pengetahuan yang sangat penting dan merupakan ilmu Al-Qur’an yang paling utama. Sementara itu Manna’ al-qaththan mencoba lebih dalam lagi dalam menguraikan pentingnya pengetahuan Makkiyyah dan Madaniyyah bagi kita sebagai seorang muslim. Adapun manfaat yang dan kegunaan ilmu Makkiyyah dan Madaniyyah yang belakangan ini dikemukakan oleh para ahli antara lain sebagai berikut :

  1. Membantu dalam menafsirkan al-Qur’an.

Pengetahuan tentang peristiwa-peristtiwa seputar turunya Al-qur’an tentu sangat membantu dalam meemahami dan menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an kendatipun ada teori yang mengatakan bahwa yyang harus menjadi patoksn adlah keumuman redaksi ayat bukan kekhususan sebab. Dengan mengatahui kronologis Al-Quur’an pula, seorang mufassir dapat memecahkan makna kontradiktif dalam dua ayat yang berbeda, yaitu dengan pemecahan konsep nasik-mansukh yang hanya dapat mengetahui melalui kronologis Al-Qur’an.

  1. Pedoman bagi langkah-langkah dakwah.

Setiap kondisi tertentu saja memerlukan ungkapan-ungkapan yang relevan. Ungkapan-ungkapan dan intonasi berbeda yang digunakan ayat-aayat Makkiyyah dan Madaniyyah memberikan informasi metodologi bagi cara-cara menyampaikan dakwah agar relevan dengan orang yang diserunya. Oleh karena itu, dakwah islam berhasil mengetuk hati dan menyembuhkan segala penyakit rohani orang-orang yang diserunya. Di samping itu, setiap langkah dakwah pasti memiliki objek kajian dan metode tertentu, seiring dengan perbedaan kondisi sosio-kultural mmanusia. Periodesasi Makkiyyah dan Madaniyyah telah memberikan contoh untuk itu.

  1. Member informasi tentang sirah kenabian.

Penahapan turunya wahyu seiring dengan penjelasan dakwah Nabi, baik di Makkah atau Madinah, mulai dari diturunkannya wahyu pertama sampai diturunkannya wahyu terakhir. Al-qur’an adalah rujukan otentik bagi perjalanan dakwah nabi itu. Informasinya sudah tidak dapat diragukan lagi.[16]

  1. Melalui al-Makki dan al-Madani dapat diketahui bentuk-bentuk dan sekaligus perbedaan terhadap gaya bahasa al-Qur’an dalam mengajak manusia menuju ke jalan yang benar. Sebab gaya bahasa Al-Qur’an adalah bersifat tegas sekaligus lembut, memberikan optimisme kepada kebaikan dan kebahagiaan, memberikan peringantan dan ancaman dengan menggunakan gaya bahasa yang ringkas dan padat dalam Makkiyyah serta mengunakan gaya bahasa yang relative rinci dalam Madaniyyah sesuai dengan tuntutan objek.
  2. Dengan ilmu al-Makki dan al-Madani dapat mengatahui dan menjelaskan tingkat perhatian kaum muslimin terhadap al-Qur’an, termasuk di dalamnya hal-hal yang berkaitan dengan pengetahuan tentang sejarah pembentukan sesuatu hokum sekaligus sebagai hikmaah persyariatan serta fase-fase pembebanannya. Dengan demikian keyakinan terhadap kenyataan fase-fase tersebut tidak diragukan bahwa itu adalah semata-mata berdasarkan kehendak dari Allah SWT sesuai dengan kebutuhan dan kesiapan serta kesanggupan manusia. Hal ini antara lain dapat dilihat pada persyariatan penetapan pengharaman khamar. Pertama-pertama hanya dijelaskan bahwa bahayanya lebih besar dibandingakan dengan manfaatnya, sebagaimana dijelaskan dalam Firman Allah Q.S Al-baqarah : 219

y7tRqè=t«ó¡o„ÇÆtã̍ôJy‚ø9$#Ύţ÷yJø9$#ur(ö@è%!$yJÎgŠÏùÖNøOÎ)׎Î7Ÿ2ßìÏÿ»oYtBurĨ$¨Z=Ï9!$yJßgßJøOÎ)urçŽt9ò2r&`ÏB$yJÎgÏèøÿ¯R3štRqè=t«ó¡o„ur#sŒ$tBtbqà)ÏÿZãƒÈ@è%uqøÿyèø9$#3šÏ9ºx‹x.ßûÎiüt7リ!$#ãNä3s9ÏM»tƒFy$#öNà6¯=yès9tbr㍩3xÿtFs?ÇËÊÒÈ

219. Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: “Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya”. dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: ” yang lebih dari keperluan.” Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir,

Kemudian dijelaskan tentang keharaman meminum khamar pada wktu-waktu tertentu, khusunya ketika hendak melakukan shalat. Allah berfirmsn dalam Q.S An-Nisa : 43

$pkš‰r’¯»tƒtûïÏ%©!$#(#qãYtB#uäŸw(#qç/tø)s?no4qn=¢Á9$#óOçFRr&ur3“t»s3ߙ4Ó®Lym(#qßJn=÷ès?$tBtbqä9qà)s?Ÿwur$·7ãYã_žwÎ)“̍Î/$tã@@‹Î6y™4Ó®Lym(#qè=Å¡tFøós?4bÎ)urLäêYä.#ÓyÌó£D÷rr&4’n?tã@xÿy™÷rr&uä!$y_Ӊtnr&Nä3YÏiBz`ÏiBÅÝͬ!$tóø9$#÷rr&ãLäêó¡yJ»s9uä!$|¡ÏiY9$#öNn=sù(#r߉ÅgrB[ä!$tB(#qßJ£Ju‹tFsù#Y‰‹Ïè|¹$Y7ÍhŠsÛ(#qßs|¡øB$$sùöNä3Ïdqã_âqÎ/öNä3ƒÏ‰÷ƒr&ur3¨bÎ)©!$#tb%x.#‚qàÿtã#·‘qàÿxîÇÍÌÈ

43. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan pula hampiri mesjid) sedang kamu dalam keadaan junub, terkecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi. dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir atau datang dari tempat buang air atau kamu Telah menyentuh perempuan, Kemudian kamu tidak mendapat air, Maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik (suci); sapulah mukamu dan tanganmu. Sesungguhnya Allah Maha Pema’af lagi Maha Pengampun. (Q.S An-Nisa:3)

Dan pada akhirnya ditegaskan mengenai keharaman khamar secara mutlak. Dalam hal ini Allah menegaskan dalam firmsn-Nya Q.S al-Maidah : 90

$pkš‰r’¯»tƒtûïÏ%©!$#(#þqãYtB#uä$yJ¯RÎ)ãôJsƒø:$#çŽÅ£øŠyJø9$#urÜ>$|ÁRF{$#urãN»s9ø—F{$#urÓ§ô_͑ô`ÏiBÈ@yJtãÇ`»sÜø‹¤±9$#çnqç7Ï^tGô_$$sùöNä3ª=yès9tbqßsÎ=øÿè?ÇÒÉÈ

90. Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.

  1. Dengan ilmu al-Makki dan al-Madani dapat lebih mudah diketahui ayat-ayat al-Qur’an yang nasikh dan mansukh, khusunya bila terdapat dua ayat yang menerangkan mengenai hukunya tampak bertentangan antara satu dan yang lain. Dalam hal yang demikian itu harus dicari mana ayat yang duturunkan terlebih dahulu, ayat Makkiyyah misalnya, sehingga memungkinkan ayat itu dapat di pahami sebagai ayat yang mansukh (dihapus), kemudian diganti hukumnya atau bacaannya oleh ayat yang diturunkan belakangan, ayat Madaniyyah misalnya, yang dalam hal ini sebagai nasikh yang mengahpus atau mengganti.
  2. Melalui ilmu al-Makki dan al-Madani dapat diketahui ayat yang lebih dahulu diturunkan dan ayat yang diturunkan belakangan, dalam kondisi apa dan bagaimana ayat yang lebih dahulu itu diturunkan, begitu juga sebaliknya, dalam kondisi bagaimana ayat yang belakangan itu diturunkan dan atau diterima demikian seterusnya, sehingga dapat diketahui dengannya mana ayat yang nasikh dan mana yang mansukh.[17]

Itulah beberapa diantara manfaat dan hikmah yang dapat kita petik dari urgensi dan manfaat dalam mempelajari Ilmu Makkiyyah dan Madaniyyah bagi kita sebagai seorang muslim. Dengan demikian, Ilmu Makkiyyah dan Madaniyyah adalah salah satu dari berbagai macam ilmu Al-Qur’an yang kedudukannya sangat penting dan utama bagi kita dalam upaya untuk memahami kandungan-kandungan yang ada dalam Al-Qur’an. Oleh karena itu, kita sebagai seorang muslim harus mempelajarinya dan mengetahuinya.

 

 

ANALISA

Al-Qur’an diturunkan secara bertahap selama kurang lebih dua puluh tiga tahun lamanya. Dalam kurun waktu tersebut Al-Qur’an turun meliputi berbagai tempat, dan secara garis besar para ulama sejak massa sahabat dan tabi’in membaginya dalam dua periode. Yaitu periode Makkah (Makkiyyah) dan periode Madinah (Madaniyyah). Hal mengingat kedua tempat ini menjadi pusat dakwah Rasulullah.

Para ulama berbeda pendapat dalam memberikan definisi Makkiyyah dan Madaniyyah. Pertama memberikan definisi menurut ruang atau tempat. Definisi yang pertama ini mengacu pada tempat turunya wahyu. Oleh karena itu, definisi ini tidak dapat sepenuhnya dijadikan patokan, karena tidak semua surat dan ayat Al-Qur’an diturunkan di derah Makkah dan Madinah seperti yang telah disebutkan di atas. Misalnya saja ayat yang diturunkan di daerah Tabuk Q.S. at-Taubah : 42 dan Q.S. Az-Zukhruf : 45 yang diturunkan di daerah Palestina dan kedua daerah ini tentu jauh dari Makkah maupun Madinah. Bunyi kedua surat tersebut adalah sebagi berikut:

öqs9tb%x.$ZÊ{tã$Y7ƒÌs%#\xÿy™ur#Y‰Ï¹$s%x8qãèt7¨?^w.`Å3»s9urôNy‰ãèt/ãNÍköŽn=tãèp¤)’±9$#4šcqàÿÎ=ósu‹y™ur«!$$Î/Èqs9$oY÷èsÜtFó™$#$uZô_tsƒm:öNä3yètBtbqä3Î=ökç‰öNåk|¦àÿRr&ª!$#urãNn=÷ètƒöNåk¨XÎ)tbqç/ɋ»s3s9ÇÍËÈ

42. Kalau yang kamu serukan kepada mereka itu keuntungan yang mudah diperoleh dan perjalanan yang tidak seberapa jauh, Pastilah mereka mengikutimu, tetapi tempat yang dituju itu amat jauh terasa oleh mereka. mereka akan bersumpah dengan (nama) Allah: “Jikalau kami sanggup tentulah kami berangkat bersama-samamu.” mereka membinasakan diri mereka sendiri dan Allah mengetahui bahwa Sesungguhnya mereka benar-benar orang-orang yang berdusta.(Q.S.At-Taubah:90)

ö@t«ó™urô`tB$oYù=y™ö‘r&`ÏBy7Î=ö6s%`ÏB!$uZÎ=ߙ•‘$uZù=yèy_r&`ÏBÈbrߊÇ`»uH÷q§9$#ZpygÏ9#uätbr߉t7÷èãƒÇÍÎÈ

45. Dan tanyakanlah kepada rasul-rasul kami yang Telah kami utus sebelum kamu: “Adakah kami menentukan tuhan-tuhan untuk disembah selain Allah yang Maha Pemurah?”(Q.S Az-Zuhruf:45)

Kedua, menurut objek pembicaraan atau mukhathab. Teori ini hanya berorientasi pada objek yang ditunjuk oleh ayat. Jadi menurut teori ini Makkiyyah adalah ayat yang ditunjukkakn atau diturunkan untuk penduduk Makkah. Sedangkan Madaniyyah ialah surat atau ayat yang ditunjukkan atau diturunkan untuk penduduk Madinah. Tentu definisi ini sangat bertentangan dengan fakta. Karena seperti yang kita tau bahwa Al-Qur’an bersifat Rahmat lilalamin. Ini berearti Al-qur’an diturunkan bukan hanya untuk penduduk Makkah atau Madinah melaikan untuk seluruh umat manusia di dunia. Bahkan dalam Al-qur’an sendiri sudah disebutkan hal tersebut. Seperti yang terdapat dalam Firman Allah Q.S Al-Furqaan : 1

x8u‘$t6s?“Ï%©!$#tA¨“tRtb$s%öàÿø9$#4’n?tã¾Ínωö6tãtbqä3u‹Ï9šúüÏJn=»yèù=Ï9#·ƒÉ‹tRÇÊÈ

1.Maha Suci Allah yang Telah menurunkan Al Furqaan (Al Quran) kepada hamba-Nya, agar dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam

Ketiga ialah definisi menurut tema atau konten. Menurut pandangan teori ini setiap surat yang mengandung kisah-kisah lama, konsep tauhid, suri tauladan dsan semacamnya termasuk Makkiyyah. Sedangkan yang mengandung pembentukan masyarakat, hokum, ekonomi dan semacamnya termasuk Madaniyyah. Dalam definisi ini kriteria Makkiyah Madaniyyah memamng sudah cukup jelas karena dengan memperhatikan konten surah-surah atau ayat-ayat al-Qur’an itu akan dapat ditentukan salah satu dari dua kategori tersebut. Namun definisi ini juga dinilai kurang praktis karena seseorang yang hendak menentukan Makkiyyah atau Madaniyyah harus terlebih dahulu mencermati kandungan maasing-masing ayat yang terdapat di dalamnya.

Yang terakhir adalah batasan atau definisi Makkiyyah dan Madaniyyah menurut periode waktu atau masa turunnya. Definisi yang terakhir ini adalah definisi yang paling banyak dianut oleh para ulama. Karena mereka berpendapat definisi ini dapat mencakup secara keseluruhan ayat-ayat dan atau surah-surah Al-Qur’an. Dengan demikian tidak ada bantaha atau snaggahan dari para ulama mengenai kejelasan makna dan maksud yang terkandung di dalamnya.

Dalam upaya mengetahui surah-surah dan atau ayat-ayat Makkiyyah atau Madaniyyah, para ulama bersadar pada dua metode atau cara. Metode yang pertama adalah Sima’i Naqli(mendengar dan menukil). Yang dimaksud dengan mendengar dan menukil disini adalah menggunakan riwayat shahih dari para sahabat yang mempelajarinya pada saat wahyu turun atau para tabi’in yang mempelajarinya daari sahabat dan mendengarnya dari mereka tentang hal ihwal turunnya wahyu itu. Karena memang tidak ada cara lain untuk mengetahui kategori Makkiyyah atau Madaniyyah selain dari mereka. Hal ini dikarena Nabi sendiri tidak pernah bersabda tentang hal ini.Metode yang kedua adalah dengan Qiyasi Ijtihadi (berdasarkan pada ijtihat). Metode ini berorientasi pada kesepakatan yang telah dibuat oleh para ulama’ karena didasarkan pada ciri-ciri khusus Makkiyyah atau Madaniyyah yang ada pada sebuah surat atau ayat.

Surat atau ayat Makkiyyah dan Madaniyyah memiliki beberapa ciri. Dari ciri-ciri tersebut Nampak sekali perbedaan Makkiyyah dan Madaniyyah. Perbedaan yang mencolok terdapat konteks kalimat dan materi yang dibahas. Perbedaan tersebut adalah sebagai berikut:

  1. Perbedaan Pada Konteks Kalimat

Kebanyakan ayat-ayat Makiyyah memakai konteks kalimat tegas dan lugas karena kebanyakan obyek yang didakwahi menolak dan berpaling, maka hanya cocok mempergunakan konteks kalimat yang tegas. Contohnya adalah surat Al-Muddatstsir dan surat Al-Qamar. Sedangkan ayat-ayat Madaniyah kebanyakan mempergunakan konteks kalimat yang lunak karena kebanyakan obyek yang didakwahi menerima dan taat. Baca surat Al-Maa’idah.

Kebanyakan ayat-ayat Makkiyah adalah ayat-ayat pendek, karena kebanyakan obyek yang didakwahi mengingkari, sehingga konteks ayatpun mengikuti kondisi yang berlaku. Baca surat Ath-Thuur. Sedangkan ayat-ayat Madaniyah kebanyakan adalah surat-surat panjang dan sebagian ayatnyapun panjang-panjang serta di dalamnya terdapat penjelasan tentang hukum-hukum dan tidak argumentatif, karena disesuaikan dengan kondisi obyek yang didakwahi. Contohnya adalah firman Allah Q.S. Al-Baqarah:282 yang berisi tentang tata cara atau hukum orang bermu’amalah khusunya dalam hal hutang pihutang. Bunyi ayatnya sebagai berikut :

$yg•ƒr’¯»tƒšúïÏ%©!$#(#þqãZtB#uä#sŒÎ)LäêZtƒ#y‰s?Aûøïy‰Î/#’n<Î)9@y_r&‘wK|¡•Bçnqç7çFò2$$sù4=çGõ3u‹ø9uröNä3uZ÷­/7=Ï?$Ÿ2ÉAô‰yèø9$$Î/4Ÿwurz>ù’tƒë=Ï?%x.br&|=çFõ3tƒ$yJŸ2çmyJ¯=tãª!$#4ó=çGò6u‹ù=sùÈ@Î=ôJãŠø9ur“Ï%©!$#Ïmø‹n=tã‘,ysø9$#È,­Gu‹ø9ur©!$#¼çm­/u‘Ÿwuró§y‚ö7tƒçm÷ZÏB$\«ø‹x©4bÎ*sùtb%x.“Ï%©!$#Ïmø‹n=tã‘,ysø9$#$·gŠÏÿy™÷rr&$¸ÿ‹Ïè|Ê÷rr&Ÿwßì‹ÏÜtGó¡o„br&¨@ÏJãƒuqèdö@Î=ôJãŠù=sù¼çm•‹Ï9urÉAô‰yèø9$$Î/4(#r߉Îhô±tFó™$#urÈûøïy‰‹Íky­`ÏBöNà6Ï9%y`Íh‘(bÎ*sùöN©9$tRqä3tƒÈû÷ün=ã_u‘×@ã_tsùÈb$s?r&zöD$#ur`£JÏBtböq|Êös?z`ÏBÏä!#y‰pk’¶9$#br&¨@ÅÒs?$yJßg1y‰÷nÎ)tÅe2x‹çFsù$yJßg1y‰÷nÎ)3“t÷zW{$#4Ÿwurz>ù’tƒâä!#y‰pk’¶9$##sŒÎ)$tB(#qããߊ4Ÿwur(#þqßJt«ó¡s?br&çnqç7çFõ3s?#·ŽÉó|¹÷rr&#·ŽÎ7Ÿ2#’n<Î)¾Ï&Î#y_r&4öNä3Ï9ºsŒäÝ|¡ø%r&y‰ZÏã«!$#ãPuqø%r&urÍoy‰»pk¤¶=Ï9#’oT÷Šr&uržwr&(#þqç/$s?ös?(HwÎ)br&šcqä3s?¸ot»yfÏ?ZouŽÅÑ%tn$ygtRr㍃ωè?öNà6oY÷t/}§øŠn=sùö/ä3ø‹n=tæîy$uZã_žwr&$ydqç7çFõ3s?3(#ÿr߉Îgô©r&ur#sŒÎ)óOçF÷ètƒ$t6s?4Ÿwur§‘!$ŸÒãƒÒ=Ï?%x.ŸwurӉ‹Îgx©4bÎ)ur(#qè=yèøÿs?¼çm¯RÎ*sù8-qÝ¡èùöNà6Î/3(#qà)¨?$#ur©!$#(ãNà6ßJÏk=yèãƒurª!$#3ª!$#urÈe@à6Î/>äóÓx«ÒOŠÎ=tæÇËÑËÈ

282. Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, meka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, Maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). jika tak ada dua oang lelaki, Maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa Maka yang seorang mengingatkannya. janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu. (Tulislah mu’amalahmu itu), kecuali jika mu’amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, Maka tidak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit menyulitkan. jika kamu lakukan (yang demikian), Maka Sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu.

  1. Perbedaan Pada Materi Pembahasan

Kebanyakan ayat-ayat Makkiyah berisikan penetapan tauhid dan aqidah yang benar, khususnya yang berkaitan dengan Tauhid Uluhiyah dan iman kepada hari kebangkitan ; karena kebanyakan obyek yang didakwahi mengingkari hal itu. Misalnya adalah Firman Allah Q.S Al-Ikhlas : 1- 4 yang pokok-pokok isinya adalah penegasan tentang kemurnian ke Esaan Allah SWT dan menolak segala macam kemusyrikan dan menerangkan bahwa tidak ada sesuatu yang menyamainya. Bunyi ayatnya adalah sebagai berikut:

ö@è%uqèdª!$#î‰ymr&ÇÊȪ!$#߉yJ¢Á9$#ÇËÈöNs9ô$Î#tƒöNs9urô‰s9qãƒÇÌÈöNs9ur`ä3tƒ¼ã&©!#·qàÿà27‰ymr&ÇÍÈ

1. Katakanlah: “Dia-lah Allah, yang Maha Esa.

2. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu.

3. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan,

4. Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia.”

Sedangkan ayat-ayat Madaniyah kebanyakan berisikan perincian masalah ibadah dan muamalah, karena obyek yang didakwahi sudah memiliki Tauhid dan aqidah yang benar sehingga mereka membutuhkan perincian ibadah dan muamalah.

Penjelasan secara rinci tentang jihad berserta hukum-hukumnya dan kaum munafik beserta segala permasalahannya karena memang kondisinya menuntut demikian. Salah satu ayat yang membahas atau berisi tentang jihad adalah Firman Allah Q.S Al-Baqarah : 244

(#qè=ÏG»s%ur’ÎûÈ@‹Î6y™«!$#(#þqßJn=ôã$#ur¨br&©!$#ìì‹ÏÿxœÒOŠÎ=tæÇËÍÍÈ

244. Dan berperanglah kamu sekalian di jalan Allah, dan Ketahuilah Sesungguhnya Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui.

Pengetahuan tentang Makkiyah dan Madaniyah adalah bagian dari ilmu-ilmu Al-Qur’an yang sangat penting. Hal itu karena pada pengetahuan tersebut memiliki beberapa manfaat, di antaranya.

  1. Kita dapat mengetahui keindahan bahasa Al-Qur’an, bahkan keindahan bahasanya itu dapat menggoncang seisi dunia termasuk orang yang mendengarnya sehingga dapat merlunakkan hating si pendengar sehingga dia mengimaninya.
  2. Kita dapat mengambil hikmah pensyariatan diturunkannya secara berangsur-angsur sesuai dengan prioritas terpenting kondisi obyek yang di dakwahi serta kesiapan mereka dalam menerima dan taat.
  3. Pendidikan dan pengajaran bagi para muballigh serta pengarahan mereka untuk mengikuti kandungan dan konteks Al-Qur’an dalam berdakwah, yaitu dengan mendahulukan yang terpenting di antara yang penting serta menggunakan ketegasan dan kelunakan pada tempatnya masing-masing. Selain itu juga memberikan teladan-teladan kepada muballigh dalam berdakwah karena melalui ilmu Makkiyyah dan Madaniyyah kita dapat mengetahui perjalanan dakwah Rasul, baik itu di Makkah ataupun Madinah serta bagaimana sikap Rasul dalam mengahadapi situasi, kondisi dan karekter penduduk kedua tenpat itu yang tentunya juga berbeda karena memiliki sosio-kultural yang berbeda pual.
  4. Membedakan antara nasikh dan mansukh ketika terdapat dua buah ayat Makkiyah dan Madaniyah, maka lengkaplah syarat-syarat nasakh karena ayat Madaniyah adalah sebagai nasikh (penghapus) ayat Makkiyah disebabkan ayat Madaniyah turun setelah ayat Makkiyah.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

PENUTUP

  1. KESIMPULAN

vAda empat pengertian Makkiyah dan Madaniyyah yang telah diungkapkan oleh beberapa ahli. Empat pengertian Makkiyah dan Madaniyyah tersebut adalah:

  • Menurut presfektif masa turunnya, “Makkiyyah adalah surat-surat atau ayat-ayat yang diturunkan sebelum Nabi SAW hijrah ke Madinah. Sedangkan Madaniyyah adalah surat-surat atau ayat-ayat yang diturunkan setelah Nabi SAW hijrah ke Madinah meskipun turunya di Makkah.”
  • Menurut presfektif tempat turunnya, “Makkiyyah ialah surat-surat atau ayat-ayat yang diturunkan di Makkah dan sekitarnya. Sedangkan Madaniyyah ialah surat-surat atau ayat-ayat yang diturunkan di kota Madinah dan sekitarnya.”
  • Menurut presfektif objek pembicaraan, “Makkiyyah ialah surat-surat atau ayat-ayat yang diturunkan untuk orang-orang atau penduduk Makkah. Sedangkan Madaniyyah ialah surat-surat atau ayat-ayat yang diturunkan untuk orang-orang atau penduduk Madinah.”
  • Menurut presfektif tema tau konten, “Makkiyyah adalah surat-surat atau ayat-ayat yang menyerukan kepada manusia untuk beriman kepada Allah. Sedangkan Madaniyyah adalah surat-surat atau ayat-ayat yang mengadung atau pembahasannya mengaenai hokum-hukum seperti hudud,fara’idl dan lain sebagainya.”

vDalam menetukan Makkiyyah atau Madaniyyah, para ulama menggunaka dua metode atau cara. Yakni metode naqli al-sima’I atau metode yang berdasarkan pada riwayat shahih dari para sahabat. Dan yang kedua adalah metode qiyasi ijtihadi yakni metode yang berdasarkan pada ciri-ciri khusus Makkiyyah ataupun Madaniyyah yang terdapat dalam suatu surat atau ayat.

vBeberapa ciri dari surat atau ayat Makkiyyah dan Madaniyyah sebagai berikut:

  • Makkiyyah: terdapat ayat Sajadah, terdapat lafat kalla, mengandung kisah umat-umat terdahulu dan umumnya berisi seruan tentang tauhid, umumnya berupa surat atau ayat-ayat pendek.
  • Madaniyyah: terdapat izin perang atau penjelasan tentang hukum-hukumnya, berisi tentang penjelasan hukum-hukum bermu’amalah, umumnya merupakan surat-surat atau ayat-ayat panjang.

vDari 114 jumlah surat dalam Al-Qur’an yang tergolong Makkiyyah sebanyak 82 surat sedangkan surat Madaniyyah sebanyak 20 surat dan sisinya 12 surat masih diperselisihkan di kalangan para ulama.

vManfaat dari pentingnya pengetahuan Makkiyyah dan Madaniyyah antara lain adalah:

  • Membantu dalam menafsirkan Al-Qur’an.
  • Pedoman bagi langkah-langkah dakwah.
  • Member informasi tentang sirah kenabian.

 


 

DAFTAR RUJUKAN

Ali, Mohammad Daud. 2011. Pendidikan Agama Islam. Jakarta: PT.RajaGrafindo Persada

Anwar, Rosihon. 2004. Samudera Al-Qur’an. Bandung: CV.Pustaka Setia

Anwar, Rosihon. 2012 . Ulum Al-Qur’an.cet III. Bandung:Pustaka Setia

Ash Shiddieqy, Tengku Muhammad Nasbi. 2003. Ilmu-ilmu Al-Qur’an. Semarang: PT.Pustaka Rizki Putra

Departemen Agama RI. 2006. Al-Qur’an dan Terjemahannya. Surabaya: Karya Agung

Djalal, Abdul. 2009. Ulumul Qur’an. Surabaya: Dunia Ilmu

Jihad, Salimul dkk. 2007. Ulumul Qur’an. Mataram: Pusat Bahasa Dan Budaya IAIN Mataram

Zainu, Muhammad Jamil. 2006. Bagaimana Memahami Al-Qur’an. Jakarta: Pustaka al-Kautsar

Khon, Abdul Majid. 2007. Praktikum Qira’at. Jakarta: AMZAH

Hamid, Shalahuddin. 2004. Study ulumul Qur’an. Jakarta: PT. Intemedeci Cipta Nusantara

Usman . 2009. Ulumul Qur’an. Cet 1. Yogyakarta: Teras

 

 

 

 

[1]Syaikh Muhammad Jamil Zainu, Bagaimana Memahami Al-Qur’an,cet.2 (Jakarta:Pustaka al-Kautsar,2006), hlm.36

[2] Drs.Rosihon Anwar M.Ag, Samudera Al-Qur’an, (Bandung:CV.Pustaka Cipta,2004), hlm.144

[3] Dr. Usman, M.Ag, Ulumul Qur’an, (Yogyakarta:Teras, 2009) cet.1 ,hlm 195

[4] Drs. H.M.Shalahuddin Hamid.MA, Study ulumul Qur’an, (Jakarta: PT. Intemedeci Cipta Nusantara,2004), 192

[5] Prof. Dr. Rosihon Anwar, M.Ag, Ulum Al-Qur’an,(Bandung:CV Pustaka Setia,2012), cet.3, hlm. 103

[6] Dr. Usman, M.Ag, op.cit., hlm.196

[7] Dr. Usman, M.Ag, op.Cit., hlm.197

[8]Drs. H.M. Shalahuddin Hamid MA, op.cit.,hlm.204

[9]Drs.H.M.Shalaluddin Hammid.MA, op.cit., 205

[10]H. Salimul Jihad dkk, Ulumul Qur’an, (Mataram:Pusat Bahasa Dan Budaya IAIN Mataram,2007), hlm. 32-33

[11]Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Ilmu-ilmu Al-Qur’an, (Semarang:PT.Pustaka Rizki Putra,2003), Ed. 2, cet. 1, hlm.81-82

[12]Dr. H. Abdul Majid Khon, M.Ag, Praktikum Qira’at, (Jakarta:AMZAH, 2007), hlm. 6-8

[13]Prof. h. Mohammad Daud Ali, S.H, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta:PT.RajaGrafindo Persada,2011), hlm.95

[14]Prof. Dr. H. Abdul Djalal H.A, Ulumul Qur’an (Surabaya: Dunia Ilmu, 2009), hlm. 98-100

[15]Prof. Dr. H. Abdul Djalal, op.cit, hlm.100

[16]Drs. Rosihon Anwar M.Ag, Samudera Al-Qur’an,(Bandung:CV.Pustaka Setia,2004), hlm. 117

[17]Dr. Usman, M.Ag, op.cit., hlm. 216-218